Bandung – Minggu, 04 September 2022, Tim Reporter Fisika ITB melakukan wawancara dengan Difa Ayatullah, mahasiswi Fisika ITB yang memenangkan lomba FWL (Falling Walls Lab) 2022, terkait perjuangan Difa hingga dapat sampai di titik ini.

Ada alasan pribadi yang membuat Difa sering mengikuti lomba-lomba selama dia menjadi mahasiswa. Awalnya dia merasakan perasaan down ketika mengalami penurunan IP ( Indeks Prestasi) pada akhir tahun 2020. Difa berusaha mencari hal yang bisa dilakukan untuk meningkatkan value pada dirinya melalui ikut lomba. Bersama dengan teman-teman se-asrama Bright Scholarships YBM BRI, Difa mengikuti lomba pertama yang diadakan oleh Thailand. Alasan dia dan temannya mengikuti lomba ini sederhana saja yaitu karena ada keinginan ke luar negeri. Dari lomba tersebut tim Difa memenangkan medali perunggu. Selanjutnya ide dari lomba tersebut dibawa untuk mengikuti PKM ( Pekan Kreativitas Mahasiswa) tapi tidak lolos. Tidak berhenti disana, Difa dan temannya tetap sering berbagi info lomba satu sama lain.

Sempat merasa demotivasi mengikuti lomba setelah tidak lolos PKM, akhirnya semangat itu muncul lagi saat lolos Paragon Fellowship. Di wadah tersebut, Difa mendapatkan pendanaan dan mentoring untuk terus meng-improve diri dan ide. Untuk mengisi waktu liburan Difa mengikuti berbagai lomba seperti lomba pitching atau pitch deck.

Tentang ide Pertiwi yang membawa Difa dan temannya dari SBM ITB memenangkan kompetisi Falling Walls Lab (FWL 2022) berangkat dari latar belakang mereka yang merupakan mahasiswa pecinta alam dan memiliki awareness ke arah isu sustainability. Mereka akhirnya berpikir tentang pengurangan limbah pembalut yang berdasarkan hasil riset mereka menyumbang limbah lebih banyak daripada limbah plastik. Mereka berpikir untuk membuat pembalut yang berbahan organik dari tanaman yang melimpah di Indonesia (biodegradable). Nama Pertiwi sendiri merupakan brand produk yang terinspirasi dari arti kata tersebut yaitu bumi atau dewi yang menguasai bumi. Dimana produk ini fokus kepada perempuan dan bumi.

Dalam perjalanan mengembangkan ide ini, Difa dan tim tentu mengalami beberapa kendala, seperti susahnya menemukan laboratorium untuk melanjutkan penelitian karena kondisi pandemi dan juga keterbatasan alat yang ada. Selain itu, Difa juga menyebutkan bahwa mereka sendiri masih memiliki sedikit ilmu karena ide yang mereka bawa masih terbilang baru dan masih banyak mengalami trial and error. Kendala tersebut tak jarang membuat semangat mereka jadi naik turun dalam mengembangkan produk Pertiwi. Namun, berkat dukungan dari orang-orang yang menantikan hasil dari produk mereka, Difa dapat kembali bersemangat. Apalagi mengingat kebermanfaatan produk yang kelak dapat dirasakan oleh banyak orang dan membawa dampak positif dalam mengurangi limbah di bumi. Seperti motto dari Pertiwi sendiri, yaitu “Bring The Impact”.

Bagi Difa, menjadi perwakilan Indonesia di FWL 2022 Berlin adalah sebuah anugerah yang tidak disangka-sangka. Difa mengatakan bahwa Berlin adalah salah satu kota yang sangat ingin ia kunjungi sedari dulu. Keinginan untuk melanjutkan S2 di Berlin membuat Difa sedikit demi sedikit mempelajari bahasa Jerman—hal yang Difa sebut sebagai “investasi kecil-kecilan”. Keinginan kuat dan investasi kecil-kecilan tersebut tanpa disangka membawa Difa mewujudkan mimpinya melalui kompetisi FWL 2022 ini. Bahkan menjadi perwakilan Indonesia ke Berlin untuk kompetisi tingkat global pada tanggal 7-9 November 2022 nanti, suatu pencapaian besar yang tidak pernah terbayangkan oleh Difa.

“Kalau ada usaha, maka semesta akan bahu-membahu membantu mewujudkan mimpi kita,” ucap Difa mengutip salah satu quote favoritnya.

Dalam proses berkarya, menurut Difa, tidak perlu menemukan satu bidang yang menjadi passion kita. Kita bisa melakukan banyak hal yang kita suka dan suatu saat nanti kita akan menemukan sendiri apa yang menjadi fokus kita. Selain itu, perlu juga untuk be yourself and love yourself ketika menekuni suatu bidang, lakukan dengan cara kita sendiri di mana kita juga harus mencintai diri kita sendiri selama prosesnya. Mungkin butuh waktu, banyak trial and error, dan semangat yang naik-turun. Namun itu adalah hal yang biasa dan bukan hal yang salah jika kita perlu memulai dari nol lagi. Dari perjalanan itu, semangat berkarya itu akan tumbuh.